WELCOME

Selasa, 17 Juni 2014

May Day ( Hari Buruh )


 Serikat buruh menggunakan peringatan 1 Mei sebagai momentum untuk mengemukakan sejumlah persoalan perburuhan. Dalam tiga tahun terakhir, momentum tersebut menggunakan panggung kantor-kantor pemerintah, kawasan industri, jalan raya, dan bandar udara internasional. Di spanduk, baligo, poster, selebaran, dan pernyataan sikap tak kurang enam sampai sebelas tuntutan terpampang. Dari sederet tuntutan tersebut, yang selalu muncul adalah untutan 1 Mei sebagai libur nasional. Menjelang hari yang dimaksud kerap dilakukan pula prakondisi May Day dengan kegiatan konferensi pers, penyebaran pamflet melalui media sosial, di depan pabrik, dan aksi massa pemanasan. Gejala yang sama, dapat dilihat di momentum lain, seperti di tanggal dibunuhnya Marsinah, tanggal pengunduran diri Soeharto, hari tani nasional, hari perempuan internasional, maupun hari HAM Sedunia. Di peringatan 1 Mei maupun di hari-hari lain serikat buruh (meskipun tidak seluruhnya) kerap tampil bersama kelompok sosial lainnya dengan membangun aliansi atau mengusung bendera masing-masing.

Peringatan 1 Mei di Era Reformasi dapat dibagi pada dua periode, yakni pra-2006 dan pasca-2006. Pemisahan tersebut hanya untuk memperlihatkan timbul-tenggelamnya aliansi, pertemuan-pertemuan tuntutan dan beberapa tonggak penting, di mana 1 Mei menjadi peringatan bersama.[1] Sebuah aliansi terkadang dibangun untuk merespons-cepat sebuah peristiwa, yang kemudian disepakati pula untuk dipergunakan pada saat May Day. Ada juga model aliansi yang disengajakan untuk menyambut peringatan May Day.

Aliansi-aliansi yang akan ditulis di sini sejauh berkaitan peringatan 1 Mei dan muncul di Jakarta. Juga untuk menjelaskan bahwa serikat-serikat yang tidak terlibat, bahkan menolak peringatan May Day, tidak selalu mengekspresikan suara serikat di bawahnya. Di level perusahaan atau regional serikat buruh dengan berbagai kecenderungan ideologi dapat bersama-sama merespons May Day dalam satu kerjasama organisasi. Namun dapat juga berlaku sebaliknya, di mana organisasi tingkat pusatnya menggalang peringatan May Day, sementara organisasi tingkat regionalnya tidak terlibat. Dinamika gerakan buruh di tiap wilayah berada di level yang berbeda-beda.

Tahun 2006 menjadi tonggak penting. Berbagai serikat buruh dengan kecenderungan ideologi dan kekhasan sejarahnya ambil bagian dalam 1 Mei dengan membahasakan tuntutannya. Saat itu, pemerintah meyakini perlu merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dalam kerangka memperbaiki iklim investasi, sebagaimana ditulis dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006. Para akademisi dari lima perguruan tinggi (Unpad, UGM, UI, USU, Unhas) telah ditunjuk untuk menggodok naskah akademis revisi tersebut. Ada lima belas pasal yang direvisi. Di antaranya, perluasan dan lamanya kontrak jangka pendek, mengenai kemudahan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), pengurangan nilai pesangon, dan lain-lain. Di tahun itu pula, pengadilan hubungan industrial (PHI), yang dianggap dapat menyelesaikan persoalan perburuhan secara cepat, murah, sederhana, dan adil, mulai dioperasikan, setelah ditunda dua tahun. Namun, serikat buruh dengan segera mendapatkan hasilnya. Pengadilan tersebut kaku, mahal, dan tidak memiliki hari depan bagi buruh.[2] Setahun sebelumnya, keluar Keputusan Menteri mengenai pencapaian upah layak Nomor 17, menggantikan perhitungan upah kebutuhan hidup minimum (KHM) yang berlaku dari 1996-2005. Di tingkat yang lebih umum, tahun 2005 pemerintah mendaku telah membubarkan CGI (Consultative Group on Indonesia) dan melunasi hutang kepada dana moneter internasional (IMF/International Monetery Fund).

 Pada 1 Mei 2012, serikat-serikat yang tergabung di dalam KAJS mendeklarasikan MPBI di Gelora Bung Karno dengan mengerahkan sepuluh ribu buruh dan mendatangkan grup band Slank. MPBI terdiri dari KSPSI, KSPI, KSBSI, dan serikat-serikat non-Konfenderasi. Pembangunan MPBI tersebut tampaknya mengikuti merger-nya tiga serikat buruh internasional, yakni ICEM (International Chemical Energy and Mining), ITGLWF (International Textile Garment and Leather Workers Federation), dan IMF (International Metalworkers Federation) dalam Industri All. Selain FPR, muncul juga Sekber Jabodetabek mengganti PPRI. Di Papua, lima ribu warga Papua menuntut Indonesia mengembalikan haknya yang dicaplok sejak 1961. Peringatan 1 Mei terjadi juga di Kalimantan Barat, Jawa Timur, Bali, Makassar, Semarang, Pamekasan, Yogyakarta, Lampung Tangerang, Sumatera, Pekalongan, Sukabumi, Solo, Bandung, Subang.

Pada 2013, selain menuntut libur 1 Mei, serikat buruh menolak rencana kenaikan harga BBM, menolak RUU Ormas serta RUU Kamnas, dan menolak penangguhan upah. Selain itu, muncul tuntutan penghapusan outsourcing di BUMN. MPBI mengerahkan 150 ribu orang dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Tercatat dua puluh provinsi memperingati hari tersebut. Selain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten, peringatan dilakukan pula di Sumatera Utara (Medan), Sumatera Selatan (Muara Enim), Nangroe Aceh Darussalam, Sulawesi Selatan (Makassar), Kepulauan Riau (Batam, Karimun, Bintan), dan Maluku (Ambon). PT Freeport di Papua menyambut May Day dengan melakukan mogok kerja. Mogok kerja dilakukan juga oleh buruh di PT Bumi Sari Mas Indonesia Padang. Serikat buruh perkebunan di Sumatera Utara yang diwakili oleh SBPI (serikat buruh perkebunan Indonesia) mengorganisasikan seribu massa dengan menuntut penghapusan buruh harian lepas dan outsourcing serta menolak pemecatan sewenang-wenang. Peringatan dilakukan juga oleh serikat buruh perkebunan dan pertanian di Jambi. Di Gorontalo, lima ribu guru honorer yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Gorontalo. PGRI menyasar Dinas Tenaga Kerja setempat dan kantor Gubernur Gorontalo dengan menuntut upah layak.

Periode 2006-2013, tuntutan serikat buruh jarang mencantumkan menolak hutang luar negeri, mengusir IMF, dan mencabut UUK Nomor 13 Tahun 2003. Bahkan tuntutan 32 jam kerja seminggu yang sempat disuarakan pada tahun 2000-an tak muncul lagi. Di spanduk, selebaran, poster kaos serikat buruh muncul tulisan hapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing atau segera mengesahkan/menolak BPJS BPJS-SJSN. Tema lain adalah penghapusan politik upah murah, menolak pemberangusan serikat buruh dan menolak penangguhan upah. Peringatan Hari Buruh Sedunia semakin popular di kalangan serikat buruh. Selain merespons isu nasional, serikat-serikat buruh pun mampu membawa persoalan anggota ke tingkat nasional.

Mengombinasikan permasalah kebijakan negara dengan persoalan pabrik menjadi garis pembeda lain aksi-aksi peringatan May Day pasca dan pra-2006. Kombinasi tersebut tidak akan ditemukan dalam keyakinan model serikat buruh industrial, yang memisahkan secara tegas persoalan pabrik dan luar pabrik. Dalam pandangan serikat buruh industrial, demonstrasi dan pawai atau disebut unjuk rasa seringkali sekadar dipergunakan untuk menyikapi persoalan-persoalan yang dianggap nasional. Terasa memalukan jika persoalan pabrik diketahui umum, karena persoalan tersebut merupakan hubungan pribadi antara buruh/serikat buruh dengan perusahaan dan tidak ada hubungannya dengan siapapun. Secara praktis, model hubungan tersebut kerap diumpamakan dengan hubungan suami-istri, yang menegaskan hubungan privasi antara buruh/serikat buruh dengan manajemen. Rupanya, May Day telah membuka hijab tersebut. Saat ini, kita bisa menyaksikan barisan buruh yang tertata rapih dan enak dipandang ketika memperingati May Day, poster yang warna-warni, topeng-topengan yang menyerupai pejabat negara. Bahkan, beberapa serikat buruh di Jabodetabek membuat membuat persiapan khusus untuk menyambut May Day, seperti melatih ‘pasukan khusus’, membuat rangkaian diskusi, menyebarkan selebaran, melakukan aksi pra-May Day.

Percobaan membangun persatuan tampaknya akan terus menerus dilakukan oleh serikat buruh. Kita akan mengakhiri tulisan ini dengan mengulangi beberapa karakter aliansi yang cukup menonjol. Pertama, Komite Aksi Satu Mei merupakan salah satu contoh aliansi serikat serikat buruh yang dibangun berdasarkan momentum dengan komposisi yang melibatkan berbagai golongan. Di luar Komite Aksi Satu Mei, komposisi tersebut dapat dilihat juga dalam aliansi lain, seperti FPR, FORI, PPRI, KPRI, KAJS, dan lain-lain. Kedua, KAJS dan ABM adalah merupakan tipikal aliansi yang dibangun berdasarkan isu jangka pendek dan jangka panjang. Di luar 1 Mei contoh-contoh tersebut dapat dilihat dalam contoh, KAPB, Aliansi Tolak PHK, Komite untuk Kebebasan Berserikat (KUKB), Komite Anti Kriminalisasi dan Anti Premanisme (KAKAP), dan lain-lain. Ketiga, inisiatif membangun aliansi seringkali muncul dari organisasi-organisasi tingkat pusat kemudian diikuti dengan pembangunan aliansi di tingkat wilayah. Pembangunan aliansi di tingkat wilayah tampaknya jarang sekali di pertimbangkan. Di luar tiga karakter tersebut, memenangkan satu tuntutan dengan banyak metode berdampak luar biasa ketimbang mengajukan banyak tuntutan dengan metode yang kurang variatif.
Referensi : http://www.majalahsedane.net/2014/04/may-day-hari-libur-dan-jam-kerja_2208.html

0 komentar: